Psikologi dan Fans

Sebelumnya, artikel ini di ambil dari salah satu edisi buletin SIKLUS (Psikologi dalam Liputan Khusus) edisi Agustus 2010 yang diterbitkan BPPM PSIKOMEDIA Fak. Psikologi UGM Yogyakarta

Psikologi dan Fans

--- Remaja pastinya memiliki idola terlepas dari siapakan idola tersebut. Kemudian beberapa dari mereka mungkin ikut ke dalam forum tertentu. Bagaimana psikologi menyikapi hal tersebut? Apakah sikap mengagumi idola ini dapat dianggap baik? Apakah hal ini merupakan sesuatu yang wajar? Ataukah sudah menjadi sesuatu yang perlu ditinjau ulang---

Tidak sedikit remaja yang mengidolakan artis tertentu karena peer group mereka mengidolakan artis tersebut. Pemikiran remaja dapat dipengaruhi dengan mudah oleh pendapat orang disekitarnya. Mengutip buku lifa span developmetn John W Santrock, selama masa remaja, khususnya awal masa remaha, kita labih mengikuti standar-standar teman sebaya daripada yang kita lakukan pada masa anak-anak. Para peneliti telah menemukan bahwa pada kelas delapan dan sembilan, konformitas dengan teman-teman sebaya (khususnya dengan standar-standar antisosial mereka) memuncak (Berndt, 1979; Berndt & Perry, 1990; Leventhal, 1994). Tidak jarang remaja akan ikut tertarik mengidolakan artis tertentu karena adanya konformitas dalam lingkungan kelompoknya.

 Ketika seorang remaja memiliki idola dan peer group menerima idola tersebut makan reamaja tersebut mendapat reinforcement positif sehingga dapat meningkatkan self-esteem yang dimilikinya. Lalu, bagaimana jika seseorang punya idola tetapi idolanya tersebut ditolak oleh teman sebayanya? Menjawab permasalahan ini, Ampuni berpendapat teman sebaya pasti memengaruhi individu tersebut karena secara umum remaja mudah dipengaruhi. Namun, kadar seberapa besar pengaruhnya tergantung pada bagaimana kepribadian individu itu sendiri. Ada individu yang memiliki pendirian kuat dan lebih sulit menerima pengaruh dari teman sebayanya dan ada pula individu yang lebih mudah dipengaruhi dari oleh teman sebayanya. Jika sosok idola yang dikagumi oleh remaja "ditolak" pleh peer group ada kemungkinan ia menjadi minder.

Jika kita menyukai seseorang tentunya kita ingin diperhatikan oleh orang tersebut. Hal ini juga berlaku untuk fans yang menyukai idolanya. Fans tentunya ingin merasa diperhatikan oleh sang idola karenanya tak jarang kita lihat di konser musik ada fans yang berteriak, menangis dan menjerit saat melihat idolanya. Ini terjadi karena idola adalah orang yang sangat dikagumi, diidolakan, dipuja, disanjung juga dicintai. Namun, selama ini sifat hubungan fans dengan idolanya hanya searah. Padahal secara psikologis jika seseorang mencintai sesuatu maka ada keinginan untuk mendekati sesuatu itu, tentu saja dalam konteks ini idola. Pada saat ada kesempatan untuk lebih dekat secara fisik dengan idola, maka ada keinginan yang kuat dari dans itu untuk bisa menyentuh atau disentuh secara fisik oleh idolanya. Tentu saja hal ini kurang realistis karena disitu berkumppul fans yang lain atau ada pembatas (jarak) antara fans dengan idolanya. “salah satu mekanisme psikologis agar fans dapat diperhatikan adalah dengan berteriak atau mejerit” ungkap Fauzan. Dalam teoriStendberg fans dapat dikatakan sebagai infatuation love dimana sang fans hanya memiliki passion tana adanya komitmen maupun kedekatan dengan orang yang diidolakannya.

Selain dengan tindakan-tindakan seperti menjerit, menangis dan berteriak, ada pula fans yang membentuk fans club di internet maupun dunia nyata untuk dapat berdekatan dengan idolanya dan membentuk komunitas. Dengan adanya komunitas ini, para fans merasa terwadahi untuk memuja sang idola. Selain itu, mereka juga dapat saling bertukar informasi tentang idola mereka dan secara tidak langsung mendapat reinforcement. Menanggapi menjamurnya berbagai forum atau fans club yang bertujuan untuk memuja-muja idolanya, Ampuni berpendapat fenomena fans ini terjadi karena pada umumnya remaja mempunyai ketertarikan pada art atau entertainment.

Namun, sebaliknya kondisi ini harus dijaga dalam batas kewajaran. Jika pemujaan dilakukan berlebihan maka fans bisa saja bertindak secara ekstrem dan menimbulkan ketidaknyamanan terhadap idolanya maupun publik. “Kalau terlalu apatis, cuek mungkin juga terkesan nggak normal” ucap Ampuni. Entertainment disini tidak harus bersifat dunia keartisan tetapi meliputi juga segala jenis entertainment yang dilakukan oleh remaja. Dalam beberapa kasus yang ekstrem, seorang fans bisa saja melakukan tindakan ekstrem bahkan berkorban apa saja demi idolanya. Hal ini karena fans mendapat kepuasan sendiri ketika ia dapat mendekat dan mengenal secara langsung idolanya. “Bahkan ada beberapa fans dari seorang idola (biasanya aktor/pemain band terkenal) yang (maaf) mau menyerahkan “kehormatan” demi idolanya” ujar Fauzan.

Usia remaja adalah usia dimana individu sangat dipengaruhi oleh peer group mulai dari pengambilan keputusan hingga pola pikir yang mereka miliki. Tentunya bukan hal yang aneh jika seorang remaja memiliki seorang figur idola yang dijadikan sebagai panutan karena dirasa memiliki nilai-nilai hidup yang mirip. Idola ini kemudian dijadikan sebagai ideal self oleh remaja yang masih kebingungan dengan jati dirinya. Kekaguman remaja terhadap idola juga tidak sedikit dipengaruhi oleh peer group. Kecintaan fans terhadap idolanya ini menciptakan keinginan untuk lebih berdekatan dengan idola yang dikagumi. Sikap mengidolakan seorang artis tidaklah buruk tetapi akhirnya pemujaan yang berlebihan tentunya akan menberi dampak yang buruk. (her,dyo,den)

Komentar